Puisi peribahasa : Ngunduh wohing pakarti
Puisi ini aku dedikasikan untuk mbah kakungku, Poncowae Lou yang sangat menyukai tokoh panutan saya, Karna dan juga mengenalkanku dengan puisi peribahasa kreasinya.
__________________________________________________________
Puisi peribahasa : Ngunduh wohing pakarti*
Satu siang di tepi Gangga, saat matahari tepat di atas kepala :
Aku Kunti, Ibumu.
Ibu? O perempuan agung, bahkan gaung namamu terasa asing berdengung.
Tak seperti Radha yang sudra, begitu sederhana, begitu mencintaiku apa adanya.
Tapi aku yang melahirkanmu.
Jika benar kau ibuku, kenapa kau tega merenggut hakku dimasa lalu?
Kenapa baru sekarang kau datang, mengabarkan kebenaran?
Disaat perang menjelang dan nasib anak-anakmu sangat kau cemaskan.
Bukankah dari dulu kau tak mengharapkan keberadaanku?
Tentu kau tak lupa, kau yang membuangku ke sungai Gangga.
Ketahuilah, apa yang telah kau buang, tak bisa (lagi) kau dapatkan.
Apa yang kau tanam, itu yang akan kau tuai.
Maafkan aku Anakku. Tapi kau tak tahu riwayatmu sendiri. Di tubuhmu mengalir darah Pandawa, maka penuhilah tugasmu membela darahmu.
Kenapa… Kenapa setelah semua kehinaan yang kuterima,
kau baru mengakuiku sebagai anakmu, darah dagingmu?
Mungkin darahku benar Pandawa, tapi Kurawa-lah yang menghidupkan jiwaku.
Adalah Duryudana, yang telah menyelamatkan hidupku, mengangkat derajatku.
Hingga aku bisa menantang Arjuna, menantang kesombongannya.
Dan kini kau datang memintaku bersekutu denganmu?
Bukankah itu melanggar dharma, dharmaku sebagai ksatria?
Bagaimana mungkin aku membalas kebaikan dengan pengkhianatan?
Aku tak bisa memuntahkan asam garam yang telah kumakan!
Tapi anakku, tak bisakah kau mengurungkan diri dari perang besar ini? Bayangkan betapa remuk hatiku melihatmu bertempur melawan saudaramu sendiri.
Tidak Dewi. Permintaanmu tak bisa kupenuhi.
Baratayudha bukan hanya sekedar perang, pun bukan
perkara siapa yang menang. Di sana segala kehormatan dipertaruhkan.
Tapi kau tak perlu cemas, aku tak akan melukai anakmu yang lain.
Urusanku hanya dengan Arjuna, karena aku telah bersumpah untuk membunuhnya.
Dan di pertempuran nanti, siapapun yang mati, aku atau Arjuna.
Kau tak akan kehilangan putra. Putramu akan tetap lima.
Sebab Pandawa haruslah lima.
(2009)
*Ngunduh wohing pakarti : Wong kih bakal nompo wales opo kang ditindakake -orang hidup itu akan memetik hasil amalannya (buah pekerti/tindakannya).
0 komentar:
Posting Komentar