09 Februari 2011

PoTreT buRaM NegEriKu

Day 12 – Whatever tickles your fancy

sebenarnya ini tulisan lama di blog lama saya yang sudah saya delete, cuma karena akhir-akhir ini mencuat kembali masalah anarkisme berkaitan dengan agama, ya saya ingin menyegarkan ingatan saya kembali dengan membaca tulisan saya ini yang kemudian saya update lagi (padahal lagi nggak ada ide buat bikin tulisan hehe...)


Beginikah wajah islam di Indonesia (sorry sekedar uneg-uneg)

Fenomena kekerasan yang dialami salah satu kelompok aliran agama yang dianggap sesat (Ahmadiyah), yang tak lain dilakukan oleh salah satu organisasi massa yang berlandaskan agama di Indonesia, memunculkan satu pertanyaan dalam benak saya, beginikah wajah Islam di Indonesia??? Atau mungkin lebih luas lagi, beginikah tingkah laku orang Indonesia, yang katanya beragama, ramah, tahu adat & sopan santun???

Saya lihat berita di TV dan koran, terjadi lagi bentrok antara ahmadiyah dengan ormas islam yang kali ini terjadi di Cikeusik, Pandeglang Banten, setelah sebelumnya sering terjadi tindakan kekerasan (bentrok) antara dua kubu tersebut di beberapa tempat di Indonesia.

Kalau memang aliran Ahmadiyah dinyatakan sesat sebagaimana tercantum dalam Fatwa MUI, kenapa tuntutan pembubaran aliran ini harus dengan jalan kekerasan seperti itu. Kenapa tidak dengan jalan damai, dialog & apabila dengan jalan dialog tidak mempan juga, ya dirangkul & diluruskan dong, diarahkan untuk kembali kepada Alquran & hadist, tanpa harus ada kekerasan dan pengrusakan yang menimbulkan kerugian. Kita ini negara hukum kok, setiap warga negara punya hak untuk dilindungi.

Dan lagi, tindak kekerasan ini tidak akan menyelesaikan masalah. Ini bukan seperti meluruskan besi yang bengkok dengan jalan ditempa untuk menjadi lurus kembali. Ini masalah aqidah, masalah keyakinan, di mana setiap orang berhak meyakini apa yang menurut mereka benar. Kalau ternyata keyakinan mereka melenceng dari aqidah islam, ya meluruskannya dengan jalan pendekatan persuasif, yaitu membujuk secara halus tanpa menggunakan kekerasan.

Dan sebagaimana yang kita ketahui, Ahmadiyah sudah ada di Indonesia hampir satu abad lalu, yaitu sekitar tahun 1925 ajaran Ahmadiyah pertama kali masuk ke Indonesia disebarkan oleh Maulana Rahmat Ali Haot yang datang dari Qadian, India. Dan itu berarti sudah dua generasi ajaran Ahmadiyah ini berkembang di Indonesia. Jadi tidak segampang itu kita bisa mengembalikan keyakinan mereka karena mereka sudah menganut ajaran ini sudah bertahun-tahun lalu bahkan mungkin sudah dari lahir karena mengikuti keyakinan orang tua.

Dan lagi, Indonesia adalah negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia & katanya hampir 90% penduduk Indonesia adalah penganut Islam. Nah, melihat kenyataan yang seperti itu kan, seharusnya yang mayoritas mengayomi/melindungi yang minoritas. Apalagi ini dalam tubuh islam sendiri, kalo memang ada yang dianggap melenceng dari aqidah (Alquran & Hadist), ya diluruskan. Dengan catatan, tanpa anarki. Bukankah Islam mengajarkan kebaikan?? Islam yang saya tahu tidak mengajarkan kekerasan dan pengrusakan.

Saya jadi nggak habis pikir, maunya mereka itu apa sih??? Sering banget melakukan tindakan anarki. Bagi saya, mereka seperti gerombolan manusia (maaf, mungkin lebih tepatnya gerombolan preman) yang beringas & buas yang ga punya hati. Melakukan pengrusakan & kekerasan sambil meneriakkan nama Tuhan. Menyebut nama Tuhan dengan sia-sia. Kenapa kukatakan sia-sia, karena mereka menyebut nama Tuhan untuk pembenaran melakukan kekerasan. Menurut saya, selain menyebut nama Tuhan ketika kita Shalat & berdoa, menyebut nama Tuhan itu juga untuk mengingat & mengharap ridho atas perbuatan baik yang kita lakukan & menyebut nama Tuhan seyogyanya dalam kondisi hati kita damai & bersih dari rasa dengki & marah, sehingga diharapkan rahmat Tuhan akan senantiasa menaungi kita (semoga saja anggapan saya tidak salah).

Terus kemana HAM (Hak Asasi Manusia) yang selama ini banyak digembar-gemborkan. Bukankah tindakan yang dilakukan mereka itu salah satu bentuk pelanggaran HAM? Setiap warga negara berhak untuk hidup aman & bebas dari rasa takut seperti yang pernah dicetuskan Franklin D. Roseevelt hampir satu abad yang lalu. Kalo seperti ini kan, mereka (salah satu ormas yang berlandaskan agama) sudah menebarkan ketakutan, mengintimidasi, meneror dll. Saya yakin, mereka melakukan ini, karena Pemerintah tidak cepat bertindak dalam mengantisipasi hal-hal yang mungkin terjadi sebagai akibat dikeluarkannya fatwa sesat dari MUI. Aparat keamanan kan dibentuk untuk melindungi masyarakat, tapi kok mereka seakan tidak berdaya & hanya menutup mata melihat banyaknya peristiwa kekerasan seperti itu. Terus lembaga yang melek hukum seperti LBH atau LSM yang peduli pada kasus-kasus pelanggaran HAM kok ya tidak kedengaran gaungnya dalam masalah ini, padahal biasanya mereka berteriak lantang bila ada penyimpangan. Departemen Agama (Depag) apalagi. Sama sekali tidak ada tindakan, mungkin karena kasus ini tidak ada duitnya kali ya, tidak seperti penyelenggaraan haji yang sarat pungutan.

Menurutku saya, lebih baik organisasi masyarakat yang tumbuh di Indonesia yang mengatasnamakan agama (FPI dll) & suku (FBR, Forkabi & organisasi sejenisnya dari suku2 di Indonesia seperti Batak, Madura, Jawa dll) dibubarkan saja. Karena dengan adanya organisasi seperti itu malah menimbulkan jurang perbedaan yang ada semakin dalam. Mereka akan saling bersaing untuk mengukuhkan eksistensi kelompoknya tanpa melihat keadaan sekelilingnya.

Mustinya kita kembali lagi ke Falsafah Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika. Bahwa adanya perbedaan itu seharusnya menjadikan kita lebih solid & harus siap untuk melebur menjadi satu yaitu Indonesia, tanpa melihat suku, agama, ras & antar golongan (SARA).

Atau mungkin memang Indonesia seharusnya dijajah lagi? Sehingga masyarakatnya baru bisa benar-benar mengerti maknanya persatuan & pentingnya Pancasila sebagai pedoman hidup dalam berbangsa & bernegara???

Jd emosi niy.... :(

08 Februari 2011

(kem)AyU

Day 11 – A photo of you taken recently

*saya yang paling casual di antara yang feminim hehe... berkerudung & berbatik coklat


Foto ini diambil kira-kira dua bulan yang lalu, menggunakan kamera saya Digicam Canon Powershot A550 di acara resepsi pernikahan salah satu temen kantor saya yang bernama Wiwid. Nah, foto di atas itu bersama teman-teman satu departemen dengan saya, yaitu bagian hitung-menghitung :-D.

Sebenarnya saya orangnya narsis, dimana ada kamera disitu ada wajah saya. Cuma sudah beberapa bulan ini saya lagi nggak begitu suka dengan potret-memotret. Bahkan sejak saya tepar kena DBD oktober waktu itu sampai sekarang, saya tidak pernah lagi dateng ke acara kumpul sastra (Reboan, RTS dll), padahal di acara-acara tersebut biasanya saya berburu objek untuk saya abadikan di kamera saya.

04 Februari 2011

MetaMorFosA(?)

Day 10 – A photo of you taken over ten years ago


02 Februari 2011

MengAbAdikAn MakhLuk TuhAn

Day 09 – A photo you took

Fotografi adalah proses melukis dengan menggunakan media cahaya. Nah, bidang seni ini sedang saya pelajari, bagaimana mendapatkan moment yang pas dari segi pencahayaan juga sudut pandang. Berikut ini beberapa hasil jepretan amatir dari tangan saya :D

Pringadi Abdi Surya sedang membaca puisi di panggung Sastra Reboan

Nana S dengan candi prambanan

Jodhi Yudono, dedengkot Tangerang Serumpun yang juga redaktur sastra kompas.com

Trie Utami saat peluncuran buku puisinya Abhayagiri di acara Riungan Tangerang Serumpun

Johannes Sugiyanto, dedengkot dan penggiat Sastra Reboan

Hudan Hidayat, si lelaki ikan dan nabi tanpa wahyu

Iwan Soekri, cerpenis dan novelis (foto ini rencananya untuk cover buku terbarunya :D)

Dari semua gambar di atas, ada satu hal penting yang bisa saya dapat yaitu melatih kesabaran. Saya benar-benar menikmati kesabaran saya untuk mendapatkan moment yang pas yang menurut saya susah saya dapatkan, seperti gambar Om Iwan Soekri yang sedang menyalakan rokok

semua foto di atas menggunakan Digicam Canon Powershot A550

01 Februari 2011

B(r)enCaNa aLaM

Day 08 - A photo that makes you sad/angry









Apa yang kau tanam, itulah yang kau tuai. pepatah itu (mungkin) ada benarnya, bahwa dharma yang tertunaikan pasti akan mendapat balasan. Sama halnya dengan apa yang kita lakukan kepada alam, ketika kita sudah tidak mampu menghargai alam (dengan eksploitasi diluar batas kewajaran) maka alam pun (mungkin) mempunyai rencana untuk kita, salah satunya (mungkin) dengan isyarat bencana.


*gambar mengambil dari berbagai sumber di internet

  © Blogger template 'Ultimatum' by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP